Dua Kesalahan Calon Penulis

0 Comments

Saya bertanya-tanya pada diri saya sendiri dan melihat kebanyakan penulis. Bertanya tentang, “Apa saja kesalahan seorang penulis sehingga menghambat kariernya sebagai penulis?” Kesalahan yang saya maksud ini lebih ditekankan pada sikap dan mental penulis, bukan kesalahan pada cara menulisnya. Kenapa? Karena sudah banyak blog yang mengulas kesalahan dalam menulis, tetapi belum menyentuh sikap mentalnya. 

Langsung aja, ya. Monggo mau setuju atau tidak, saya perhatikan kesalahan pertama yang sering dilakukan penulis, yakni suka menunda-nunda. “Ah entar aja santai,” katanya, “deadline masih lama!” Begitu. Paling parah kalau sikap suka menunda-nunda itu sangat disadarinya. Bahkan berdalih, “Ah ntar aja, masih nggak mood nulis nih!” Haduh. Soal mood atau tidak ya kita sendiri yang harus pandai-pandai stimulus (memotivasi) diri. Coba baca artikel!

Bahaya. Suka menunda-nunda ini biasanya saat mau mulai menulis karena rasa malas. Atau justru karena keasyikan nonton televisi, asyik main-main di facebook, ngetweet aja, tapi tulisan (naskah) justru tidak rampung. He. Kalau begitu, memang masalahnya tidak punya skala prioritas. Menulis belum menjadi agenda rutin dan aktivitas menulis belum masuk aktivitas yang diunggulkan. Nah, kalau ngakunya penulis, kudunya aktivitas menulis adalah aktivitas yang paling disukai, kan? 

Ingat lho, padahal waktu terus berjalan dan tidak bisa diputar ulang. Jangan sampai ada rasa penyesalan. Misalkan, menulis cerpen, novel, atau artikel untuk lomba begitu santai mepet deadline. Begitu sampai deadline baru bisa menulis sekian halaman saja, belum lagi harus merevisi karena kurang data atau punya ide lain (tulisan ingin diubah). Waktu pengumpulan naskah sudah hampir dekat, ternyata naskah belum sempurna. Akhirnya, naskah dikirimkan kepada panitia dengan hasil yang ‘apa adanya’, naskah belum ‘matang’. Nyesel. 

Kedua, tidak punya jadwal menulis. Sehingga tidak ada progress. Misalkan, tanggal 1 November 2018 punya impian, “Segera akhir tahun naskahnya sudah harus jadi.” Eh, sudah masuk bulan Januari 2019 naskahnya belum rampung, tetapi tidak merasa bersalah. Dia mengkhianati impiannya sendiri, melanggar janji-janjinya sendiri, dan menggagalkan cita-citanya sendiri. Hanya karena tidak membuat jadwal menulis.  

Solusinya, satu naskah setebal 150-200 halaman misalnya, mau dibuat dalam jangka waktu berapa lama? Maka, setiap hari harus menulis berapa halaman? Waktu yang paling nyaman untuk menulis setiap jam berapa? Maka buatlah sebuah tabel sederhana yang berisi kolom bab/judul tulisan yang akan digarap, lalu sebelah kanannya dibuat kolom-kolom waktu (bisa diisi tanggal, nama hari, mingguan/nama bulan). Sehingga jelas, hari ini atau minggu ini mau garap tulisan yang mana dulu? Nah, itulah pentingnya skala prioritas. Sehingga impian menjadi penulis produktif tidak sekadar omong kosong saja.

Tip! Buatlah Tabel Jadwal Menulis: di-print dan ditempel di dinding kamar atau ruang kerja. Kalau masih suka nonton televisi sampai berjam-jam, ya jadwal itu ditempel saja di samping televisi biar selalu ingat! Kalau perlu ditempel di layar televisinya. He.

Kalau mau jujur nih, sikap disiplin seorang penulis itu jauh melebihi disiplinnya karyawan kantoran. Meski kerja hanya ngetik di rumah saja, tidak berarti mengerjakan naskahnya dengan ogah-ogahan. Justru, disiplin penulis itu hampir serupa dengan para tentara. Di saat orang lain belum terbangun, penulis sudah bangun untuk mulai mengetik. Dan, di saat orang lain sudah tidur, penulis masih sempat memeriksa ulang tulisannya.

Akhirnya, ingatlah selalu bahwa banyaknya tulisan yang mampu kita hasilkan sangat mencerminkan sikap mental diri kita. Maka, milikilah jadwal menulis dan selalu menyegarkan (refresh) diri agar selalu siap untuk menulis. Berjuanglah, jadilah penulis yang bisa dipercaya dapat merampungkan naskah tepat pada waktunya. Nah, apakah kamu sudah punya jadwal menulis?

Oleh: Dwi Suwiknyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts